Anak Ojol Asal Indonesia Meninggal Saat Kerja di Kamboja Seorang pemuda Warga Negara Indonesia (WNI), Handi Musaroni (24), meninggal dunia di Kamboja. Ibunda Handi, Siti Rahmah, mengeluhkan bahwa sebagai pengemudi ojek online (ojol), ia kesulitan untuk membawa pulang jenazah anaknya.
Awalnya, Handi berangkat ke Kamboja pada 16 Mei 2024 untuk bekerja di sebuah perusahaan, namun tidak disebutkan bagaimana proses keberangkatan dan perusahaan apa. Siti hanya menyampaikan lokasi kerja anaknya di dekat Tuol Sangke, Phnom Penh, Kamboja. Semua berjalan lancar hingga pada Agustus 2024 Siti mendapat kabar bahwa anaknya sakit.
“Saya mendapat kabar via telepon dari anak saya bahwa dia sakit lambung atau liver kronis, padahal sebelum berangkat anak saya sehat-sehat saja,” ujar Siti seperti disampaikan Lily Pujiati selaku Ketua Umum Serikat Pekerja Awak Alat Angkut Indonesia (SPAI) dalam keterangannya, Rabu (11/9/2024).
Siti semakin khawatir setelah mengetahui bahwa Handi tidak digaji. Kondisi Handi semakin memburuk hingga akhirnya meninggal dunia dan kabar tersebut diterima Siti pada 16 Agustus 2024.
Adik saya mendapat informasi dari team leader perusahaan tempat anak saya bekerja, ujar Siti yang berdomisili di Jakarta Utara (Jakut).
Setelah itu, Siti mencari informasi tentang anaknya dan kemudian diketahui berada di rumah duka Yim Undertaker di Phnom Penh. Di sisi lain, Siti mengetahui bahwa anaknya belum digaji, sehingga ia mengira bahwa anaknya menjadi korban perdagangan orang.
Saya berusaha mencari bantuan kemana-mana, termasuk mencari tahu bagaimana cara memulangkan jenazah anak saya yang belakangan saya ketahui menjadi korban perdagangan orang, kata Siti.
Anak Ojol Asal Indonesia Meninggal Saat Kerja di Kamboja
Salah satu upaya yang dilakukan Siti adalah meminta Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI untuk membantu memulangkan jenazah anaknya karena ia mengalami kesulitan dalam hal biaya pemulangan. Namun, menurut Siti, pihak Kemlu memintanya untuk membuktikan bahwa Handi adalah korban TPPO.
“Karena pihak Kemenlu mengatakan bahwa anak saya bukan korban TPPO. Kemenlu bilang, kalau memang benar anak saya korban TPPO, saya harus bisa membuktikan. Jika saya tidak bisa membuktikan bahwa anak saya adalah korban perdagangan orang, berarti saya harus memulangkan jenazah anak saya dengan biaya sendiri. Dari mana saya dapat uang Rp 125 juta kalau untuk makan saja susah?” kata Siti mengeluh.
Di sisi lain, Lily dari SPAI mengatakan bahwa Handi adalah korban TPPO. Apa saja indikasinya?
“Indikasi korban terjerat TPPO adalah korban bekerja ke luar negeri pertama kali pada Mei 2024, diajak oleh temannya. Korban berangkat melalui jalur perseorangan, tidak melalui P3MI. Ini merupakan indikasi kuat adanya tindak pidana perdagangan orang,” kata Lily.
Selain itu, Lily mengatakan bahwa handphone Handi ditinggal di rumah, kemudian perusahaan memberikan handphone baru. Menurut Lily, hal tersebut merupakan modus dari sindikat TPPO. Lily juga mengatakan bahwa gaji bulanan Handi tidak dibayarkan.
“Handphone korban ditinggal di rumah. Ini modus yang sering dilakukan oleh sindikat perdagangan orang (penipu) dengan cara melarang ponsel lama. Kemudian di sana korban dibekali dengan handphone baru sebagai alat untuk menghubungi nomor dan pesan yang harus disampaikan ke nomor yang dipesan oleh pelaku perdagangan orang,” kata Lily.
“Korban sebelum meninggal tidak digaji selama 1 bulan. Korban berangkat dalam keadaan sehat. Versi Kemlu, korban meninggal karena sakit lambung/liver dan kemudian berganti menjadi sakit jantung. Penyakit ini merupakan indikasi adanya kekerasan atau kondisi kerja yang buruk. Teman (yang juga terindikasi sebagai korban) yang membawa korban ke Kamboja saat ini berada di Thailand. Hal ini juga mengindikasikan bahwa korban berpindah-pindah dari Kamboja, Myanmar, dan Thailand,” tambahnya.
Tanggapan PWNI
Direktorat Perlindungan WNI (PWNI) melalui pernyataannya kemudian memberikan tanggapan. PWNI melakukan komunikasi dengan pihak keluarga dan mengupayakan pemulangan jenazah Handi sesuai dengan prosedur.
Berdasarkan informasi dari otoritas Kamboja, penyebab kematian adalah serangan jantung. KBRI Phnom Penh telah berupaya menelusuri perusahaan tempat Handi bekerja sebagai pihak yang seharusnya bertanggung jawab untuk memulangkan jenazah. Namun, pihak perusahaan tidak dapat dihubungi. Saat ini jenazah masih disemayamkan di Rumah Duka Yim dengan difasilitasi oleh KBRI, demikian pernyataan resmi PWNI.
“KBRI terus berkomunikasi dengan pihak keluarga dan mengupayakan pemulangan sesuai dengan prosedur yang berlaku, serta sesuai dengan prinsip mengutamakan pihak yang bertanggung jawab,” tambahnya.