BKKBN Sebut Susu Ikan Sebagai Upaya Atasi Masalah Stunting Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menilai penggunaan susu ikan sebagai alternatif pengganti susu sapi dalam program makanan bergizi gratis yang digagas oleh Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka merupakan langkah yang baik.
Deputi Bidang Advokasi, Penggerakan, dan Informasi (ADPIN) BKKBN Sukaryo Teguh Santoso mengklaim bahwa hal tersebut merupakan upaya pemerintah untuk menurunkan angka stunting di Indonesia.
“Ya itu salah satu upaya saya kira. Saya kira presiden akan memetakan aspek-aspek stunting ke depan, kalau kita bicara stunting itu kan bukan tinggi badan, badan, dan sebagainya,” ujarnya di Jakarta Timur, Jumat (27/9/2024).
BKKBN Sebut Susu Ikan Sebagai Upaya Atasi Masalah Stunting
“Tapi sebenarnya semangatnya adalah memastikan bahwa generasi yang akan datang adalah generasi yang berkualitas. Kalau kita bicara peningkatan sumber daya manusia, bukan hanya aspek fisiknya saja, tapi aspek psikisnya juga penting, bukan hanya raganya tapi jiwanya,” tambahnya.
Meski begitu, Sukaryo mengatakan, untuk menurunkan angka stunting tidak hanya bicara soal gizi. Tapi juga dari lingkungan, pendidikan hingga kemiskinan.
“Intervensinya juga tidak spesifik pada gizi saja, tapi juga lingkungan, pendidikan, dan kemiskinan sangat penting,” katanya.
Meski begitu, susu ikan juga penting dalam menurunkan angka stunting. “Ya, tentu saja dan itu adalah makanan. Makanan yang bergizi itu penting,” katanya.
Stunting adalah Isu Strategis di Masa Depan
Ia menegaskan bahwa masalah stunting akan menjadi salah satu isu strategis di masa depan. Apalagi selama ini berbagai upaya telah dilakukan untuk menurunkan stunting.
Sehingga memang stunting ini memang perlu, ya kita sangat mendukung untuk menjadi salah satu isu strategis ke depan. Memang selama ini kita juga sudah berusaha dan hasilnya cukup signifikan, ujarnya.
“Kalau kita lihat dari angka prevalensinya juga sudah ada penurunan, hanya saja untuk tahun ini mencapai 14 persen, nanti kita lihat hasil dari SSGI yang dipetakan oleh Kemenkes persentasenya seperti apa,” sambungnya.
Ia berharap isu stunting tetap menjadi isu utama pemerintahan selanjutnya.
“Mudah-mudahan ke depan isu-isu yang berkaitan dengan sumber daya manusia terutama stunting tetap menjadi isu prioritas, dan sekali lagi pemerintahan Pak Prabowo sangat concern dengan sumber daya manusia yang berkualitas,” tutupnya.
Bos Pengembang: Tidak Bisa Dibandingkan dengan Susu Sapi
Munculnya inovasi susu ikan membuat masyarakat bertanya-tanya. Ada yang penasaran dengan rasanya, ada pula yang menghujat, terutama di media sosial.
Menanggapi reaksi warganet, CEO PT Give Technology Indonesia, Yogi Aribawa Krisna angkat bicara. Menurutnya, susu ikan kurang tepat jika dibandingkan dengan susu sapi, termasuk kandungan nutrisinya, karena tidak apple to apple.
“Tidak bisa dibandingkan apple to apple karena masing-masing memiliki sumber yang berbeda. Kedua, proses pengolahannya pun berbeda. Jadi, pasti ada kelebihan dan kekurangan masing-masing,” ujar Yogi saat ditemui di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta pada Selasa, 17 September 2024.
Salah satu perbedaan yang jelas antara susu ikan dan susu sapi adalah kandungan laktosanya. Susu sapi jelas mengandung laktosa, sedangkan susu ikan tidak, alias bebas laktosa.
“Bisa dikatakan 70 persen orang Asia tidak toleran terhadap laktosa, sehingga ini menjadi alternatif bagi orang yang tidak bisa mengonsumsi laktosa bisa menggunakan susu ikan,” tambahnya.
Yogi tidak memungkiri bahwa isu susu ikan memang sempat menjadi perbincangan netizen. Namun, poin yang bisa diambil adalah bahwa ini adalah alternatif cara mengkonsumsi ikan yang praktis dan bisa memiliki banyak kegunaan.
Jadi, saat ini kita lihat trennya orang ingin mengonsumsi segala sesuatu yang praktis, yang serba instan. Saya yakin ibu-ibu yang bekerja, yang pulang ke rumah di pagi hari, mungkin tidak sempat mengolah ikan yang masih ada kepala dan ekornya. Jadi, kami memberikan alternatif cara untuk mengonsumsi ikan dengan gaya yang berbeda, ujarnya.