Ritual Ma’nene di Toraja Ganti Pakaian Orang Mati Tidak Seseram Salah satu atraksi yang bisa wisatawan saksikan saat berlibur ke Toraja adalah ritual Ma’nene. Orang yang telah meninggal akan diganti pakaiannya oleh keluarganya.
Ya, ritual Ma’nene ini sudah menjadi tradisi yang diwariskan secara turun temurun di kalangan masyarakat Toraja. Bagi mereka, ritual Ma’nene ini merupakan bentuk penghormatan dari keluarga kepada para pendahulu yang telah meninggal dunia.
Acara ma’nene ini merupakan tanda penghormatan kepada leluhur yang telah mendahului kita. Ini tanda penghormatan orang Toraja. Jadi yang sudah meninggal dikenang, dirindukan. Ini tanda kasih sayang orang Toraja, ujar Kristina, warga Toraja Utara yang ditemui detikTravel.
Ritual Ma’nene tidak selalu ada. Ada yang digelar tiga tahun sekali, ada yang lima tahun sekali, ada juga yang melaksanakan Ma’nene setahun sekali. Tidak ada aturan yang pasti. Semua tergantung kesepakatan keluarga.
Ritual Ma’nene di Toraja Ganti Pakaian Orang Mati Tidak Seseram
Yang pasti, jika wisatawan terlambat datang untuk menyaksikan Ma’nene dan jenazah sudah dimasukkan kembali ke dalam peti mati maka kesempatan untuk menyaksikan ritual tersebut hilang. Anda mungkin baru bisa menyaksikan Ma’nene lima tahun lagi.
Saat itu, kami sedang mencari alamat sebuah keluarga yang sedang melakukan upacara Ma’nene. Kristina adalah salah satu dari keluarga tersebut. Dia bahkan menawarkan kami untuk pergi ke makam keluarganya yang sedang menggelar Ma’nene.
Bak gayung bersambut, kami pun menerima tawaran Kristina. Tak butuh waktu lama, kami pun tiba di Patane atau makam salah satu anggota keluarga Kristina.
Di dalam Patane, terbaring saudara laki-laki Kristina.
Ritual Ma’nene biasanya berlangsung selama lima hari. Puncaknya pada hari keenam dengan diadakannya Ma’semba, sebuah pesta yang meriah di mana para pria saling beradu kaki.
“Dalam acara ma’nene, mulai dari hari pertama, membawa sesajen ke liang lahat, tapi orang Kristen tidak lagi melakukan itu. Umat Kristen pergi ke kuburan pada hari pertama untuk membersihkan kuburan. Mereka membuka kuburan dan membersihkan jenazah,” Kristina menjelaskan.
Selama lima hari ada kegiatan pembersihan kuburan. Pakaian jenazah yang sudah tidak muat lagi, kainnya, bajunya semua diganti. Mayat-mayat yang sudah bertahun-tahun disimpan di dalam peti juga dikeluarkan dan dijemur di bawah sinar matahari.
“Setelah selesai, dianggap bersih dan aman, mayat-mayat itu dikembalikan ke kuburan pada hari di mana mereka dianggap bersih. Keluarga pun senang, dan baru pada hari keenam, pagi-pagi sekali, kuburan ditutup,” kata Kristina.
Di hari terakhir, upacara penyembelihan kerbau juga diadakan. Namun hanya kelompok tertentu di Toraja yang mengadakan acara ini. Bagi umat Kristiani, akan ada upacara penutupan peti mati.
Ritual Ma’nene biasanya diadakan setelah panen padi. Masyarakat Toraja percaya bahwa ritual atau upacara kematian sebaiknya diadakan setelah panen agar hasil panen bisa dipanen.
Acara Ma’nene diadakan setelah panen padi, tidak harus kapan saja mau diadakan. Ada kepercayaan menurut yang pernah saya dengar, ketika padi tumbuh di sawah, kita tidak boleh melakukan hal-hal yang berbau kematian karena akan berdampak pada keberhasilan panen. Aturan adatnya seperti itu, ujar Karniati Lebonna, Kepala Bidang Pemasaran Disbudpar Toraja Utara.
Lebonna pun mengajak wisatawan yang tertarik dengan wisata budaya untuk berkunjung ke Toraja dan melihat ritual Ma’nene.
“Setiap tahun selalu ada acara Ma’nene, namun di tempat dan waktu yang berbeda yang ditentukan oleh pemerintah dan tokoh adat setempat. Biasanya wisatawan yang ingin mengunjungi acara tersebut akan berpencar, misalnya hari ini keluarga A yang membuka makam, besok keluarga B yang akan membuka makam,” kata Lebonna, sapaan akrabnya.