Aksi Demo Mendorong DPR Untuk Batalkan Revisi UU Pilkada

Aksi Demo Mendorong DPR Untuk Batalkan Revisi UU Pilkada

Aksi Demo Mendorong DPR Untuk Batalkan Revisi UU Pilkada Gelombang demonstrasi terjadi di sejumlah tempat di Indonesia pada hari Kamis (22/8/2024). Di depan gedung DPR, aksi unjuk rasa berlangsung ricuh.

Aksi ini merupakan bagian dari gerakan Garuda Pancasila dengan latar belakang biru bertuliskan Emergency Warning yang merupakan simbol perlawanan. Gerakan kawal konstitusi ini digaungkan oleh netizen bersamaan dengan viralnya Garuda Biru.

Saat turun ke jalan, massa membakar ban bekas dan melempari barikade aparat yang berada di area Gedung DPR/MPR dengan botol. Sebagian massa berusaha merobohkan tembok dan pagar yang menjadi pembatas antara massa dengan aparat kepolisian yang berjaga.

Usaha tersebut membuahkan hasil. Beberapa tembok berhasil dijebol dan dihancurkan. Massa kemudian mencoba merangsek masuk ke dalam. Namun, upaya itu sia-sia karena polisi segera membuat barikade.

Melihat respons polisi, massa melemparkan sejumlah benda ke arah polisi. Lemparan-lemparan tersebut dihalau dengan tameng sehingga tidak ada yang tembus ke pengamanan.

Asal muasal kericuhan ini bermula dari sikap Badan Legislasi (Baleg) DPR yang merevisi UU Pilkada pasca putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Nomor 70/PUU-XXII/2024.

Aksi Demo Mendorong DPR Untuk Batalkan Revisi UU Pilkada

Putusan MK No. 60 memutuskan bahwa setiap partai politik dapat mencalonkan kandidatnya sendiri meskipun tidak memiliki kursi di DPRD. Sementara itu, Putusan MK No. 70 memutuskan bahwa usia pencalonan kepala daerah dihitung sejak ditetapkan, bukan sejak dilantik.

Menurut Supervisor Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, putusan MK merupakan putusan lembaga kekuasaan kehakiman yang bersifat final dan mengikat yang berlaku seketika bagi semua pihak. Oleh karena itu, semua pihak harus menghormati dan mengikuti apa yang telah diputuskan dalam putusan MK.

“Ketika ada putusan MK yang mengubah UU, maka dalam pelaksanaannya tidak perlu menyertakan perubahan UU sebagai tindak lanjut dari putusan MK tersebut. Dalam banyak pengalaman pemilu dan pilkada kita, putusan MK bahkan bisa dioperasionalkan secara teknis hanya dengan mengubah peraturan KPU,” ujar Titi, Kamis (22/8/2024).

“Langkah-langkah DPR yang ingin mengubah apa yang menjadi isi putusan MK tentu saja merupakan tindakan inkonstitusional yang bertentangan dengan konstitusi dan dapat disebut sebagai pembangkangan atau pembangkangan terhadap konstitusi,” tambah Titi.

Sehingga jika DPR kemudian dengan sengaja melenceng dari apa yang ada di dalam putusan MK, maka hal ini bisa berdampak pada kekacauan dan kekisruhan proses Pilkada 2024. Karena menurutnya, jika Revisi UU Pemilu 2024 disahkan, maka UU tersebut pasti akan diuji langsung ke MK dan sudah pasti juga akan dibatalkan oleh MK.

Pengesahan Revisi UU Pemilu Dibatalkan

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menjamin DPR tidak akan menggelar rapat paripurna terkait revisi Undang-Undang Pilkada (UU Pilkada). Sehingga aturan pendaftaran calon kepala daerah pada Pemilu 2024 akan menggunakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

“Dengan tidak disahkannya revisi UU Pilkada pada 22 Agustus hari ini, maka yang akan berlaku pada saat pendaftar pada 27 Agustus nanti adalah putusan uji materi MK yang diajukan Partai Berkarya dan Partai Berkarya,” kata Dasco, saat dikonfirmasi, Kamis (22/8/2024).

Dasco kembali memastikan tidak akan menggelar rapat pleno yang sedianya ditunda. Dasco menilai, jika rapat pleno tetap dilanjutkan, ia khawatir aksi unjuk rasa akan semakin ricuh.

“Tidak jadi. Karena hari paripurna itu kan hari Selasa dan Kamis. Hari Selasa kan sudah registrasi. Apakah kita akan melakukan pleno pada saat pendaftaran? Justru itu akan menimbulkan kericuhan,” katanya.

“Engga ada (rapat paripurna malam ini). Gua jamin. Enggak ada,” imbuh Dasco.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *